Sekilas Info: Lagi enggak ada ide buat update tulisan di blog, masih sibuk mainan fixed gear

Wednesday, July 9, 2008

Masa Nggak Tau Malu

Masa SMA bukanlah sebuah masa di mana kita bisa berhura-hura. Tetapi sebuah masa di mana kita mulai merasakan nikmatnya dunia. Ingat yang saya katakan nikmatnya dunia, bukan nggak enaknya dunia.

Saat SMA memang senang terus bawaannya. Nggak pernah merasa sedih, paling sedih melanda saat ujian dapet nilai jelek, atau nggak punya uang yang banyak untuk jajan. What ever lah??? Karena memang itulah masa SMA sebenarya. Emang nggak semua anak SMA merasa senang terus, ada juga kok yang hari-harinya selalu diliputi kesedihan dan keterpurukan (bilang kaya gini jadi ingat nasib temen2 yang ada di Eithuopia). Mengapa anak SMA nggak pernah sedih? Karena umunya mereka nggak tahu malu, alias selalu mbuat keonaran dan pasti bikin malu-maluin. Nggak percaya? Sekarang coba bayangkan, ada nggak sih anak SMA yang selalu diem saat berkumpul dengan teman-temannya dalam segala situasi, misalnya menghadiri acara temannya di mana temannya tersebut mendapat musibah, apapun kondisinya pasti yang ada bercanda, bercanda dan bercanda.

Jadi ingat waktu SMA dulu saya juga merasakan hal seperti itu. Saat SMA dulu, jujur kacang ijo harus kuakui aku memang keren dan tampan sekali (maaf sumpah mati yang barusan aku bercanda). Nggak, maksudnya sewaktu SMA aku pernah punya pengalaman yang mengarah pada masa SMA ialah masa di mana manusia nggak punya rasa malu. Saat itu tepatnya malam tahun baru, di mana ada seorang cewek yang mengharapkan pernyataan cinta dari seorang cowok, akhirnya si cewek berusaha ngomong dengan bahasa Perancis, dan si cowok membalasnya dengan bahasa Perancis yang sangat panjang. Nah, si cewek jadi bingung. Terus dia berkata,

“Apa artinya?”

“Gua laper!” dengan menunjukkan muka merah padam bak pantat gorilla yang lagi pengen eek.

(hehehehehe, itu khan jalan cerita film Eifel, Aku jatuh cinta).

Pernah nih saat SMA dulu aku khan punya band yang diberi nama Monera. Itu tuh sebangsa sama virus, kalo monera itu masih lebih baik daripada virus. Nama tersebut tercetus saat kita-kita ada pelajaran biologi. Kebetulan anggota bandku masih satu kelas, yaitu dengan anggota Viba pada gitar, Pitching pada bass, Tino pada gitar, aku pada drum dan Gendheng pada vokal, nah ada satu lagi neh temanku yang paling hebat kerjanya yaitu Sodiq dia pada setrum. Setelah diliat dengan saksama emang wajah tu anak sangat mirip dengan wajah orang kesetrum selama berabad-abad, coba deh banyangin!

Suatu saat pas acara HUT sekolahku setiap kelas harus menampilkan berbagai atraksi, kalo nggak menampilkan atraksi bakal didenda 100 ribu rupiah. Gila nggak, Men! Secara kita masih SMA dapet dari mana duit sebanyak kita. Emm, secara tidak langsung tujuan adanya hukuman seperti itu baik seh, karena setiap kelas akan mengisi acara HUT sekolahnya. Jadi pihak sekolah nggak perlu mendatangkan artis dari luar, lumayan khan nggak keluar dana. Pinter juga ya sekolahku, maksudnya pinter banget dalam hal pengiritan.

Bel istirahat pun berdendang dengan asyik (emangnya musik dangdut, Buk?) ketua kelas dengan gagah berani ke depan kemudian mengeluarkan jurus hamehamenya (maaf bercanda lagi). Ketua kelas langsung berbicara dengan lantang, hal ini dapat dibuktikan dengan otot yang ada di lehernya udah kayak mai demo aja, yaitu udah nongol keluar. Aku hanya bisa berdoa moga aja ketua kelasku yang baik hati ini tetep laku meskipun ototnya udah pada ninggalin dia untuk pergi demo.

“Diaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaam!”

Ueits, langsung aku nengok ke arah suara itu. Anak-anak yang tadinya ramai langsung pada ngeluarin pistol yang ada di punggungnya, dan mereka saling menembak dengan garangnya (percaya nggak Lu?).

“Ada apa, Teng?” kebetulan nama ketua kelasku Ateng, aslinya sih Andri, tapi kalo berjalan mirip Ateng.

“Teman-teman, karena sebentar lagi sekolah kita mau ada hajatan dan setiap kelas diwajibkan menyumbang atraksi, yang tidak menampilkan wakilnya akan didenda 100 ribu”

“Apa Teng? Hajatan. Sapa yang mau disunat? Pak Kepala Sekolah kah?”

Gedubrak!!!!!!! Viba nonyol kepalaku dari belakang.

“Dasar guoblok!”

“Terus apa donk??” Kataku dengan menunjukkan wajah yang sangat keren tapi tetep mesum.

“Ulang tahun sekolah goblok!”

“Ooooo……I know.”

“Mungkin teman-teman ada usul untuk bentuk atraksi yang akan kita sumbangkan?” Ateng ngomong lagi.

“Makan bakso bersama, bagaimana?” Kata Gendheng dengan wajah tanpa dosa.

Serentak seluruh teman sekelas langsung menatap ke arah Gendheng dengan tatapan srigala mereka. Menyeramkan!

“Em, itu aja bagaimana kalo balap karung?”

“Emang, agustusan!” sahut Tino dengan wajah abstraknya.

“Itu aja daripada aneh-aneh bagaimana kalo kita nampilkan band kita punya aja? Bagaimana?” ujar Viba dengan gaya bagai kolor ijo lagi berburu mangsa.

“Kalo menurutku sih sah-sah aja. Bagaimana teman-teman?” Ateng mencoba menjadi orang penting.

Nah, akhirnya kelas kita menampilkan band. Benar sekali bandnya tuh Monera. Latihan sih masih numpang di studio-studio sekitar sekolah. Biayanya sih hasil patungan dengan teman-teman sekelas, yaitu setiap bangku wajib nyumbang minimal 500 rupiah, kompak banget yah kelasku. Jadi kangen nih sama teman-temanku dulu. Lagi ngapain mereka semua yah! Yang udah nikah oasti udah anget-angetan ma suaminya, lha saya mau anget-angetan ma sapa?

Hari yang ditunggu pun tiba. Kami menunggu dengan sabar giliran untuk tampil di panggung. Setelah selesai band dari kelas lain, akhirnya nama Monera disebut. Wajah-wajah keren pun langsung naik ke atas panggung. Tak lama kemudian langsung memainkan lagu “Semua tak sama” miliknya padi. Nah, yang menjadikan malu hal ini ialah, udah mainnya seenaknhya sendiri dalam membuat tempo (sumpah! Mungkin kalo Mas Piyu nonton konser kami dia bakalan ngeluari jurus Fusyen untuk membantai kami), kemudian ditambah dengan Cuma nyanyi satu lagu, padahal peraturannya harus menyanyikan dua lagu. Lengkap deh, yang penting mah udah tampil, udah jadi artis untuk beberapa menit.

Sejak saat itu nama Monera mulai dikenal oleh siswa-siswa lainnya. Setiap ada acara apapun di sekolah Monera selalu hadir meramaikan, meskipun dengan permainan ala kadarnya. Prinsip Monera ialah bukan pada permainannya tetapi pada keinginan untuk dikenal, dan memiliki arti dari sebuah kehidupan. Masak kamu mau saat mati nggak ninggalin apa-apa? Misalnya nama, harta atau ilmu yang selalu dikenang, tapi jangan ninggal utang lo ya!!!!!

No comments:

Photobucket
Jika Anda mempublikasikan ulang postingan dalam blog ini, Anda harus mencantumkan link blog ini http://curutperkutut.blogspot.com. Hargailah hasil karya orang lain.
design by Bang CurutPerkutut