Tulisanku yang agak serius telah banyak aku buat (sumpah kalo yang ini beneran). Mulai dari masalah pendidikan sampai dengan kebudayaan. Tapi aku lebih suka nulis surat cinta (hehehe..malu aku).
Di bawah ini ialah tulisan-ku yang kesekian kali, dari banyaknya tulisanku yang nggak pernah dimuat di media cetak (padahal perjuanganku sampai berdarah-darah, sekali lagi berdarah-darah). Ini ialah sebuah Feature (perasaanku seh?), dengan objek anak-anak logam yang berada di pelabuhan Ketapang Banyuwangi.
Hitam legam warna kulitnya. Warna rambutnya sedikit pirang. Tetapi dia bukanlah seorang warga negara Eropa atau Amerika. Dia hanya seorang manusia biasa yang sehari-hari tetap nasi sebagai makanan pokoknya. Pakaian lusuh selalu menempel di tubuhnya, begitu juga dengan celana yang dikenakan. Tapi untuk hari ini saja celana yang dipakainya terlihat lumayan bisa dipandang.
Sehari-hari Gilang tetap seperti anak-anak pada umumnya. Pagi sampai siang sekolah, dan sore hari bermain-main. Tetapi yang menjadi agak beda ialah permainan apa yang dimainkan Gilang dan kawan-kawannya. Mungkin kali ini yang dimainkan Gilang ialah sebuah permainan yang mendapatkan uang. Bisakah ini dikatakan sebagai pekerjaan. Bisa iya bisa tidak.
Setiap pulang sekolah sekitar pukul 12.00 WIB Gilang biasanya langsung menimba air untuk kebutuhan mandi adik-adiknya. Gilang merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Adik-adik Gilang masih kecil-kecil. Sedang kakaknya telah bekerja di Gresik sebagai buruh pabrik dan pulangnya hanya setiap Lebaran. Setelah rutinitas yang dia kerjakan selesai dia langsung berganti pakaian main (pakaian khusus). Apa Gilang orang kaya sehingga untuk main saja mempunyai pakaian khusus. Gilang bukanlah seorang anak kaya, dia hanya seorang anak tukang becak dan penjual rokok di pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Pakaian khusus tersebut ialah pakaian yang sebenarnya pakaian yang tidak lazim dipakai, mengapa? Karena pakaian tersebut sudah banyak yang sobek dan warnanya pun tidak tampak seperti aslinya. Permainan yang akan dilakukan Gilang memang mengandung banyak resiko, makanya pakaian yang digunakan harus pakaian yang memang kotor dan jelek, maksudnya untuk menjaga agar pakaian yang bagus tetap bisa dipakai hingga tahun-tahun ke depan.
Permainan Gilang juga bisa dikatakan sebagai pekerjaan. Permainan tersebut ialah mencari uang logam yang dilemparkan penumpang kapal dari atas kapal ke arah laut. Gilang bersama teman-temannya biasa mendapat julukan anak logam. Maksudnya ialah anak-anak yang mencari rezeki lewat uang logam yang dilemparkan penumpang ke arah laut.
Hal ini dilakukan Gilang sekitar pukul 14.00 WIB sampai dengan pukul 17.00 WIB di pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Julukan anak logam telah hinggap di diri Gilang sejak berumur 4 tahun. Memang terbilang usia balita, tetapi hanya itu yang bisa Gilang kerjakan untuk mendapatkan uang tambahan sebagai penambal kebutuhan sehari-hari keluarganya. Teman-teman Gilang memang ada banyak yang menjadi anak logam, bahkan diantaranya ada yang sudah berumur dewasa, sekitar 23 tahun, sebut saja Edi namanya. Edi merupakan salah satu anak logam yang berusia dewasa. Tetapi biasanya yang berusia dewasa ini banyak mengalah terhadap anak-anak kecil seperti Gilang. Misalnya ada seorang penumpang yang melemparkan uang logam ke arah laut maka dia (anak logam dewasa) tidak akan berebut dengan anak logam yang masih berusia kecil, biasanya dia mengalah.
Sehari-hari hanya itu saja yang bisa Gilang lakukan dengan teman-temannya. “Gilang, Mas biasae oleh uakeh” (Gilang, Mas biasanya dapat banyak) begitulah celoteh serang temannya Hendri namanya. Dari pekerjaan tersebut biasanya penghasilan yang didapat tidak menentu. Hasil yang mereka dapatkan bergantung banyak sedikitnya jumlah penumpang yang melemparkan logam ke arah anak logam. Kebiasaan unik anal logam ialah jika uang yang dilemparkan penumpang dapat diraihnya dia langsung bilang “Nas” dan langsung memasukkan uang tersebut ke dalam mulutnya. “Nas” dalam bahasa banyuwangi tidak memiliki arti hanya sebuah tanda peringatan bahwa dia telah mendapatkannya.
Hasil yang banyak didapatkan biasanya sekitar hari raya (sebelum dan sesudah). Hari-hari tersebut merupakan hari mudik bagi pekerja dari pulau Jawa yang mencoba mencari nafkah di pulau Bali. Bagi penumpang-penumpang di atas kapal hal ini (anak logam) dianggap sebagai sebuah tontonan yang mengasyikkan. Di mana mereka (anak logam) saling berebut, berenang bagai ikan lumba-lumba dengan cepatnya, dan hal yang sangat menakjubkan ialah kekuatan mereka dalam menyelam demi mendapatkan uang logam. Anak logam dalam melakukan penyelaman dengan tidak menggunakan alat selam dapat menempuh jarak 50 m dari permukaan air laut. Sebuah ukuran yang sangat menakjubkan yang dilakukan oleh anak-anak kecil. Tontonan lain yang bisa disaksikan para penumpang kapal ialah atraksi terjun bebas dari atas kapal yang dilakukan oleh anak logam. Mereka (anak logam) melakukan terjun dari atas kapal (tepatnya dianjungan kapal) ke laut. Gaya mereka seolah-olah mirip dengan atlet loncat indah. Salto belakang dan depan merupakan hal lazim yang harus dilakukan oleh anak logam dalam setiap penerjunan.
Kegiatan anak-anak logam tersebut merupakan daya tarik tersendiri untuk Kabupaten Banyuwangi pada umumnya dan pelabuhan Ketapang, Banyuwangi pada khususnya. Tetapi dibalik itu semua mereka hanyalah seorang anak yang berusaha mencari sepeser uang untuk biaya hidup mereka. Kegiatan yang mereka anggap menyenangkan dilakoni dengan keceriaan yang tampak dari wajah Gilang dan anak logam lainnya. Gilang merupakan salah satu contoh pahlawan keluarga. Anak logam memang selalu menjadi ikon pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Salah satu pekerjaan yang sangat dekat dengan bahaya.
No comments:
Post a Comment